Selasa, 05 Oktober 2010

HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL


A. Pendahuluan
Persoalan hubungan hukum internasional dengan hukum nasional merupakan persoalan yang menarikuntuk dibahas. Hukum internasional merupakan peraturan yang mengatur persoalan lintas Negara. Hukum internasiaonal pada mulanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar Negara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Tidak dapat dielakkan bahwa hukum internasional mempengaruhi hukum nasional. Hal ini dikarenakan tak terlepas dari suatu Negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat internasional.
Negara-negara yang ada pasti akan memiliki hubungan satu sama lain, baik itu hubungan antara dua Negara saja maupun beberapa Negara. Hubungan ini akan melahirkan peraturan yang dipatuhi oleh masing-masing Negara tersebut kemudian berkembang menjadi peraturan yang akan dipatuhi bersama. peraturan bersama akan menjadi hukum yang tidak saja dipatuhi bersama sacara berkelompok tetapti akan berlaku secara universal bagi setiap Negara tanpa terkecuali. Hukum internasional juga dapat tercipta dengan adanya perjanjian atau kesepakatan dari kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional.
 Hukum nasional dan hukum internasional sangat saling berhubungan. Misalnya, dalam pembentukan suatu hukum internasional pasti dipengaruhi oleh hukum nasional, dan tingkat kekuatan Negara tersebut juga akan mempengaruhi bagaimana arah kebijakan hukum internasional yang akan dibentuk. Hal ini menunjukan pentingnya hukum nasional masing-masing Negara dalam menentukan arah kebijakan hukum nasional. Dengan begitu hukum internasional terpengaruh dengan hukum nasional. Dan yang menjadi permasalahan yang penting untuk dibahas yaitu mengenai bagaimana hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional.

B. Pembahasan
1. Pengertian hukum internasional
            Hukum internasional merupakan hukum yang mengatur hubungan lintas Negara. Dalam pembahasan ini mengkaji mengenai pengertian hukum internasional publik. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan batas Negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.[1] bukan bersifat perdata artinya mengatur hubungan antar Negara bukan mengatur hubungan antar orang-perorangan. Lebih jelas mengatur hubungan yang lintas Negara dalam hukum publik internasional terdapat 2 macam jenis subjek hukunya, yaitu:
(a)    Negara dengan Negara
(b)   Negara dengan subjek hukum lainnya yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain[2]
Hukum internasional juga  dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup:
(a)    organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu
(b)   peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”[3]
Lebih jelas muochtar kusumaatmdja mengatakan mengenai istilah hukum internasional. Hukum internasional juga dapat dikatakan sebagi hukum bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk menunjukan pada kebiasaan atau aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan antar raja-raja terdahulu. Dalam perkembangan sampai masa sekarang hukum internasional juga dikatakan sebagai hukum antarbangsa atau hukum antar negara akan dipergunakan untuk menunjukan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak muncul negara dalam bentuk yang modern sebagai negara nasional.[4]
berdasarkan defenisi hukum internasional yang telah dikemukan di atas dapat dapat disimpulkan hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan lintas Negara, tidak saja hubungan antara Negara dengan Negara juga mengatur hubungan Negara dengan subjek hukum bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lainnya yang mencakup peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara dan peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities)
untuk memberlakukan hukum internasional harus ada dasar atau landasan untuk pemberlakuan hukum internasional ini. Berlakunya hukum internasional ini didasarkan atas teori. Suatu teori yang telah memiliki pengakuan yang luas adalah bahwa hukum internasional bukan hukum yang sebenarnya.melainkan suatu himpunan kaidahperilaku yang hanya mempunyai kekuatan moral semata. [5] teori ini sebagai pendukung utama teori ini. Menurut Austin hukum dihasilkan dari keputusan-keputusan formal yang berasal dari badan legislatif yang benar-benar berdaulat. Apabila kaidah hukum ini bukan bearasal dari legislatif yang berdaulat maka belum bisa dikatakan kaidah hukum. Hukum internasional karena tidak ada otoritas yang berdaulat atas masyarakat internasional dan hingga saat ini hukum internasional merupakan hukum yang bersifat kebiasaan maka hukum internasional bukanlah hukum melainkan moralitas internasional positif. Jika dipandanng hukum hanya berasal dari otoritas yang berdaulat maka hukum internasional bukan lah hukum, Akan tetapi hukum tidak dapat dikatakan hanya berasal dari otoritas yang berdaulat saja, hukum juga berasal dari kebiasaan yang yang disepakati bersama sebagai hukum dan diberlakukan untuk bersama.

2. pengertian hukum nasional
            Dalam suatu Negara terdapat peraturan yang ditaati oleh masyarakat dalam suatu Negara dan ditegakkan oleh Negara (pemerintah) tersebut. Hukum ini diakui bersama oleh mereka dan dipatuhi sebagai suatu perangkat yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan keterauran dan ketentraman dalam kehidupan bersama. Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya.[6]
            Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.



3. hubungan hukum internasional dengan hukum nasional
            Hukum internasional dengan hukum nasional sebenarnya saling berkaitan satu sama lainnya, ada yang berpandangan hubungan antara kedua system hukum sangat berkaitan dan ada yang berpandangan bahwa kedua system hukum ini berbeda secara keseluruhan. J.G Starke berpandangan terdapat dua teori dalam mengenai hubungan hukum nasional dengan hukum internasional, yaitu teori dualisme dan teori monisme. Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan  dualisme ini sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional. Menurut Tripel terdapat dua perbedaan diantara kedua sitem hukum ini, yaitu:
a.       subjek hukum nasional adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional adalah semata-mata dan secara eksklusifnya adalah negara-negara.
b.      Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah kehendaka negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negara-negara.[7]
Anzilotti menganut  suatu pendekatan yang berbeda. Ia membedakan hukum nasional dengan hukum internasional menurut prinsip-prinsip fundamental dengan mana masing-masingsistem itu ditentukan.hukum nasional ditentukan oleh prinsip fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati. Sedangkan system hukum internasional ditentukan oleh prinsip pacta sunt servanda, yaitu perjanjian antara negara harus dijunjung tinggi.[8] Berdasarkan teori Anzelotti ini berarti pacta sunt servanda tidak dapat dikatanak sebagai norma yang melandasi hukum internasional.
Pendapat J.G Starke ini juga didukung oleh Burhan Tsani. Menurut burhan tsani ada dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualism dan paham monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional.
            Sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.[9]
            Mochtar kusumaatmadja berpendapat terdapat dua teori mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Pertama, teori voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional bukan persoalan ada atau tidaknya hukum internasional ini pada kemauan Negara, dan yang kedua teori objektivis yang menyatakan bahwa hukum internasional itu ada dan berlaku terlepas dari kemauan Negara.[10]
            Teori voluntaris dan objektivis pada dasarnya sama dengan paham dualisme dan monime. Alasan yang diajukan oleh paham dualisme didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang didasarkan kenyataan. Diantara alas an-alasan yang terpenting dikemukankan sebagai berikut:
a.       kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukuminternasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
b.      Kedua perangkat hukum memiliki subjek hukum yang berbeda. Subjek hukum nasional adalah orang-perorangan baik dalam apa yang dikatakan hukum perdata maupun hukum pidana, sedangkan subjek hukum nasional adalah Negara.
c.       Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataan seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk yang sempuran dalam lingkungan nasional. Alas an lain yang dikemukakan sebagai argumentasi yang didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan kaidah hukum internasional. [11]
Padangan dualisme ini memiliki beberapa akibat penting. Salah satu akibat terpenting bahwa kaidahkaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber kepada perangkat hukum lain. Dengan kata lain tidak ada tempat bagi persoalan hirarki antara hukum nasional dengan hukum nasional. Akibat kedua ketentuan hukum internasional merupakan transrormasi dari hukum nasional.
Paham monisme diadasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat pandangan monisme ini adalah bahwa antar kedua perangkat hukum ini mungkin ada hirarki. Berdasarkan paham monisme dengan pengutamaan pada Hukum Internasional, Hukum Nasional secara hirarkis lebih rendah dibandingkan dengan Hukum Internasional. Hukum Nasional tunduk pada Hukum Internasional dalam arti Hukum Nasional harus sesuai dengan Hukum Internasional. Dimungkinkan ada monisme yang menganggap bahwa Hukum Nasional sejajar dengan Hukum Internasional. Hubungan antara keduanya saling melengkapi. Hal ini tercermin dalam Statuta Roma atau Konvensi tentang Terorisme Bonn. Hukum Internasional tidak mewajibkan bahwa suatu Negara harus menganut paham dualisme atau monisme. Dalam praktek pilihan pengutamaan pada Hukum Nasional atau
Hukum Internasional, ditentukan oleh preferensi etnis atau preferensi politis. Bagi
pandangan yang mempunyai sikap politis nasionalis, akan mengutamakan Hukum
Nasional. Sebaliknya bagi pandangan yang simpatik pada Internasionalisme, akan mengutamakan Hukum Internasional.[12]
Berdasarkan pentingnya hubungan lintas Negara, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menyelesaikan segala masalah yang timbul dari hubungan antar Negara tersebut. Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara. Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya.
 Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum internasional;
a.               Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi internasional,
b.               Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri dan
c.               kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain. Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.
Mengenai hubungan hukum internasional dengan hukum nasional terdapat hubungan pemberlakuan hukum internasioanal terhadap hukum nasional. Ada dua teori yang melandasi hubungan pemberlakuan ini, yaitu teori transformasi dan teori adopsi khusus. Teori transformasi menyatakan bahwa pemberlakuan hukum internasional kedalam hukum nasional dengan transformasi traktat atau perjanjian internasional kedalam hukum nasional, yang bukan hanya menjadi syarat formal melainakan merupakan syarat substansial denngan sendirinya mensahkanperluasan berlakunya kaidah-kaidah yang dimuat dalam trakktat terhadap individu. Teori ini bersandarkan pada sifatt konsensula hukum internasional yang berbeda dengan sifat non-nonsensual dari hukum nasional.[13]
Menurut teori adopsi khusus berpandangan yang hamper sama dengan teoritransformasi yaitu kaidah-kaidah hukum internasional tidak dapat secara langsung diberlakukan dilingkungan nasional oleh pengadilan-pengadilan nasional atau oleh siapapun. Untuk memberlukakan kaidah tersebut hukum nasional harus bersumber kepada hukum internasional.[14]



C. kesimpulan
            Sebagai penutup dari pembahsan ini, perlu dikemukan kesimpulan sebagai berikut, terdapat dua paham  tentang hubungan hukum nasional dengan hukum internasional. Pertama, paham dualisme yang menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi.
paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.


[1] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:Putra Abardin, 1999 hal 1
[2] Ibid hal 3
[3] Phartiana I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar maju, 2003
 hal 4
[4] Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Edisi Kedua , Bandung:Putra Abardin, 2003 hal 4

[5] J.G.Starke, Pengantar Hukum internasional (Edisi kesepuluh) Jakarta:Sinar Grafika Hal 19
[6] Burhan tsani, status hukum internasional dan Perjanjian internasional dalam hukum Nasional republik indonesia (dalam perspektif hukum tata negara), www.scribd.com diakses pada tanggal 6 januari 2010
[7] Opcit J.G Starkee, hal 96
[8] Ibid hal 97
[9] Muhammad Burhantsani,Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1990 hal 26
[10] Opcit mochtar hal 40
[11] Ibid hal 99
[12] Opcit Burhan Tsani
[13] Ibid Hal 101

Daftar pustaka

I Wayan, Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar maju, 2003
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung:Putra Abardin, 1999
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional(edisi Kedua), Bandung:Putra Abardin, 2003
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional(edisi Kesepuluh), Jakarta:sinar Grafiak, 2004
Burhan tsani muhammad, status hukum internasional dan Perjanjian internasional dalam hukum Nasional republik indonesia (dalam perspektif hukum tata negara), www.scribd.com diakses pada tanggal 6 januari 20
__________________,Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta: Liberty, 1990


1 komentar: